Minggu, 31 Mei 2015

kreativitas



Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan Negara. Kemajuan suatu kebudayaan bergantung kepada cara kebudayaan tersebut mengenali, menghargai , dan memanfaatkan sumber daya manusia dan hal ini berkaitan erat dengan kualitas pendidikan yang diberikan kepada anggota masyarakatnya; kepada peserta didik.
Tujuan pendidikan pada umumnya ialah menyediakan lingkungan yang memungkinkan anak didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya secara optimal, sehingga ia dapat mewujudkan dirinya dan berfungsi sepenuhnya, sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan kebutuhan masyarakat. Setiap orang ,mempunyai bakat dan kemampuan yang berbeda-beda dan karena itu membutuhkan pendidikan yang berbeda-beda pula. Pendidikan bertanggung jawab untuk memandu (yaitu mengidentifikasi dan membina) serta memupuk (yaitu mengembangkan dan meningkatkan) bakat tersebut, termasuk dari mereka yang berbakat istimewa atau memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa (the gift dan talented).
Renzulli (Munandar, 2004: 6) mengungkapkan bahwa ‘Dulu orang biasanya mengartikan “anak berbakat” sebagai anak yang memiliki tingkat kecerdasan (IQ) yang tinggi. Namun sekarang makin disadari bahwa yang menentukan keberbakatan bukan hanya intelegensi (kecerdasan) melainkan juga kreativitas dan motivasi untuk berprestasi’.
Kreativitas atau daya cipta memungkinkan penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu dan tekhnologi, serta dalam semua bidang usaha manusia lainnya.

“Secara umum kreativitas dapat diartikan sebagai kemampuan untuk berfikir tentang sesuatu dengan suatu cara yang baru dan tidak biasa (unusual) dan menghasilkan penyelesaian yang unik terhadap berbagai persoalan” (Semiawan, 1999: 89). Selain dari apa yang telah disebutkan diatas, maka untuk memahami pengertian kreativitas, maka Rhodes (Munandar, 1977) mengemukakan bahwa ada beberapa tinjauan yang harus dikaji. Adapun definisi kreativitas itu dapat dikaji melalui the Four P’s of Creativity (Person, Product, Process, and Press).
Kreativitas sebagai pribadi (person), kreativitas itu mencerminkan keunikan individu dalam pikiran-pikiran dan ungkapan-ungkapan. Hal ini dipertegas oleh Paul Swartz (1963) bahwa kreativitas merupakan ekspresi tertinggi individualitas manusia.
Kretivitas sebagai produk (product), suatu karya dapat dikatakan kreatif, jika karya itu merupakan suatu ciptaan yang baru atau orisinil dan bermakna bagi individu dan atau lingkungan. Lebih jauh diungkapkan oleh Jhon A. Glover (1980) bahwa ada tempat pemberangkatan yang terbaik, yaitu kriteria yang dianggap cukup representatif oleh sebagian besar para ahli psikologi dalam mendefinisikan kreativitas. Kriteria yang dimaksudkan adalah sifat kebaruan (novelty) dan kegunaan (utility).
Kreativitas sebagai proses (process) yaitu menyibukkan diri secara kreatif yang menunjukan kelancaran, fleksibilitas, dan orisinalitas dalam berfikir. Para ahli yang merumuskan definisi kreativitas berdasarkan proses, yaitu Spearman (1930) dan Torrance (1974). Spearman (Munandar, 1977) berpendapat bahwa berpikir kreatif pada dasarnya merupakan proses melihat atau menciptakan hubungan antara proses sadar dan dibawah sadar.  
Kreativitas sebagai press, menurut bahasa MacKinnon (Roslnaksky, 1970) situasi yang kreatif, yaitu kondisi dari dalam atau luar, lebih konkritnya situasi kehidupan atau lingkungan sosial, kultural, dan kerja yang memberikan kemudahan dan mendorong penampilan pikiran dan tindakan kreatif.
Akhirnya secara komprehensif kreativitas dapat diartikan sebagai kemampuan berpikir, bersikap, dan bertindak tentang sesuatu dengan cara yang baru dan tidak biasa (unusual) guna memecahkan berbagai persoalan, sehingga dapat menghasilkan penyelesaian yang orisinal dan bermanfaat.


1.      Teori Psikoanalisis
Menganggap bahwa proses ketidaksadaran melandasi kreativitas. Kreativitas merupakan manifestasi dari  kondisi psikopatologis.
2.      Teori Assosiasionistik
Memandang kreativitas sebagai hasil dari proses asosiasi dan kombinasi antara elemen-elemen yang telah ada, sehingga menghasilkan sesuatu yang baru.
3.      Teori Gestalt
Memandang kreativitas sebagai manifestasi dari proses tilikan individu terhadap lingkungannya secara holistik.
4.      Teori Eksistensial
Mengemukakan bahwa kreativitas merupakan proses untuk melahirkan sesuatu yang baru melalui perjumpaan antara manusia dengan manusia, dan antara manusia dengan alam. Menurut May (1980), dengan teori eksistensial ini, setiap perilaku kreatif selalu didahului oleh ‘perjumpaan’ yang intens dan penuh kesadaran antara manusia dengan dunia sekitarnya.
5.      Teori Interpersonal
Menafsirkan kreativitas dalam konteks lingkungan sosial. Dengan menempatkan pencipta (kreator) sebagai inovator dan orang di sekeliling sebagai pihak yang mengakui hasil kreativitas. Teori ini menekankan pentingnya nilai dan makna dari suatu karya kreatif. Karena nilai mengimplikasikan adanya pengakuan sosial.
6.      Teori Trait
Memberikan tempat khusus kepada usaha untuk mengidentifikasi ciri-ciri atau karakteristik-karakteristik utama kreativitas.

Betapa pentingnya pengembangan kreativitas dalam sistem pendidikan ditekankan oleh para wakil rakyat melalui Ketetapan MPR-RI No.11/MPR/1983 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara sebagai berikut:
“Sistem pendidikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan di segala bidang yang memerlukna jenis-jenis keahlian dan keterampilan serta dapat sekaligus meningkatkan produktivitas, kreativitas, mutu, dan efisiensi kerja” (Departemen Penerangan, 1983:60).
Perilaku kreatif adalah hasil dari pemikiran kreatif. Oleh karena itu, hendaknya sistem pendidikan dapat merangsang pemikiran, sikap, dan perilaku kreatif-produktif, di samping pemikiran logis dan penalaran.

E. Upaya Membantu Mengembangkan Kreativitas dan Implikasinya Dalam Pendidikan
gambar 1. hasil kreatifitas
Dalam konteks relasi dengan anak-anak kreatif Torrance (1977) menamakan relasi bantuan dengan istilah “Creative relationship” yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Pembimbing berusaha memahami pikiran dan perasaan anak
b. Pembimbing mendorong anak untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya tanpa mengalami hambatan.
c. Pembimbing lebih menekan pada proses daripada hasil sehingga pembimbing dituntut mampu memandang permasalahan anak sebagai bagian dari keseluruhan dinamika perkembangan dirinya.
d. Pembimbing tidak memaksakan pendapat, pandangan, atau nilai-nilai tertentu kepada anak.
e. Pembimbing berusaha mengeksplorasi segi-segi positif yang dimiliki anak dan bukan sebaliknya mencari-cari kelemahan anak.
Dedi Supriadi (1994) mengemukakan sejumlah bantuan yang dapat digunakan untuk membimbing perkembangan anak-anak kreatif, yaitu sebagai berikut :
a. Menciptakan rasa aman kepada anak untuk mengekspresikan kreativitasnya.
b. Mengakui dan menhargai gagasan-gagasan anak.
c. Menjadi pendorong bagi anak untuk mengkombinasikan dan mewujudkan gagasan-gagasannya.
d. Membantu anak memahami divergensinya dalam berpikir dan bersikap dan bukan malah menghukumnya.

e. Memberikan peluang untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar